Saturday, June 20, 2015

Nabi Muhammad SAW Seorang Ummi

Kenapa Rasulullah Muhammad SAW hingga akhir hayatnya tetap buta huruf, padahal ayat pertama yang beliau terima saja menyuruh untuk membaca (Q.S. Al  ‘Alaq)?
Yang kita tahu, batasan orang yang terpelajar dengan yang tidak terpelajar paling mendasar adalah kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Rasulullah yang mata pencahariannya berdagang pasti paham perhitungan, tapi kenapa tidak untuk membaca dan menulis Rasulullah.
Apakah ada alasan khusus?
-------------------------------------------
Fakta-fakta (1-3)

1. Rasulullah SAW ummi dan berasal dari kaum yang ummi
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. Al-Jumu’ah (62): 2)

Ayat ini menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. adalah Rasul-Nya yang berasal dari kaum yang buta huruf.

2.  Ketika turun wahyu pertama, Jibril memerintahkan Rasulullah SAW untuk membaca dan beliau tidak bisa membaca.

3.  Orang Yahudi dan Nasrani menunggu nabi yang ciri-cirinya adalah seorang yang ummi.
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِندَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإِنْجِيلِ
Artinya : ”(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka.” (QS. Al A’raf : 157)
 
-------------------------------------------------
Hikmah dijadikannya ummi:

1.  Bahwa nabi SAW hidup di tengah-tengah kaum yang buta huruf. Namun tidak bisa baca dan tulis bukan berarti lambang kebodohan, sebab masyarakat tempat di mana beliau hidup memang tidak punya budaya baca tulis. Mengapa demikian?
Ada beberapa analisa yang sempat mengemuka. Salah satunya adalah fakta bahwa orang Arab punya kelebihan dalam mengingat kalimat dengan teramat sempurna. Buat mereka, menghafal 100 bait syair cukup dengan sekali mendengar. Sehingga kalau semua hal bisa dihafal, buat apa lagi ditulis.

2. Bahwa di zaman Rasulullah SAW, orang yang mendapatkan predikat intelektual adalah para penyair, yang memiliki kemampuan untuk menyusun bait-bait syair. Al-Quran diturunkan dengan rangkaian kata yang indah, mengalahkan syair-syair padahal Rasulullah tidak pernah menuliskan syair.

3. Al-Quran memuat cerita-cerita kaum terdahulu. Predikat ummi menghilangkan tuduhan orang-orang kafir terhadap Rasulullah saw bahwa Al Qur’an diambil dari orang lain, atau dinukil dari kitab-kitab sebelumnya.

4.  Sebagai nabi yang ditunggu oleh Yahudi dan Nasrani, ke-ummi-an Rasulullah SAW membuatnya tidak punya akses kepada kitab dan literatur agama samawi sebelumnya.

Nabi Muhammad SAW adalah seorang Arab yang tinggal di Makkah, beliau berbahasa Arab dan tidak paham bahasa Suryani atau Ibrani, dua bahasa yang digunakan oleh umat Nasrani dan Yahudi. Beliau tidak melek kitab samawi terdahulu. Maksudnya, beliau tidak bisa baca kitab Taurat, Injil dan Zabur.

Agama Yahudi dan Nasrani sama-sama mengharamkan babi, khamar, zina, pembunuhan, serta memberlakukan hukum hudud dan potong tangan.
Ternyata, Al-Quran juga turun dengan esensi yang serupa, meski dengan beberapa penyesuaian.

Akhirnya, kita mengagumi bagaimana Allah, Sang Pencipta, telah mempersiapkan sesosok manusia biasa ciptaanNya sebagai utusanNya yang ciri-ciri-nya telah disebutkan pada kitab-kitab samawi yang diturunkan kepada umat-umat ratusan (bahkan ribuan) tahun sebelum kelahiranya:
 
وَمَا كُنتَ تَتْلُو مِن قَبْلِهِ مِن كِتَابٍ وَلَا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ إِذًا لَّارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ
Artinya : ”Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; Andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu).” (QS. Al Ankabut: 48)